Catatan dari Seorang Pencinta Seni (Katalog)
Kegelisahan seorang Ibu
“Ketika pelukis Afriani beserta keluarga
pindah ke Jakarta dari Batam, dia tentu berharap dapat menikmati kehidupan yang lebih baik. Bukankah Jakarta
merupakan ibu kota negara, kota yang penuh dengan gedung bertingkat dan kota
yang menjanjikan kesempatan bagi orang-orang kreatif. Afriani kemudian berdiam
bersama warga lain di pemukiman kumuh. Dia menyaksikan anak-anak yang harus
bermain di rel kereta api, pedagang pinggir jalan yang berkali-kali terkena
razia dan anak-anak yang harus mengerjakan pekerjaan sekolah di kamar sumpek.
Air bersih sukar didapat. Ke toilet harus bergantian.Jakarta ternyata bukanlah
kota yang ramah untuk keluarga Afriani. Untuk hidup di Jakarta perlu biaya dan
biaya
hidup yang layak ternyata tidak sedikit. Kehidupan mereka yang berjuang hidup
di perumahan kumuh dan pedagang yang setiap hari berjualan di pinggir jalan
dalam suasana tak tenang terekam dalam lukisan Afriani.Ketika setiap hari dia
melihat bahkan ikut merasakan kehidupan tersebut dia mencurahkan kegelisahannya
di kanvas. Betapa tidak gelisah, sebagai seorang perempuan, juga seorang ibu,
dia mendambakan kehidupan yang layak untuk anaknya tumbuh dan berkembang. Gizi
yang baik, sekolah, tempat bermain serta lingkungan sosial yang mendukung anak
tumbuh dan berkembang menjadi remaja harapan bangsa. Namun kenyataannya dia
menyaksikan anak-anak ketakutan ketika melihat razia kamtib, anak-anak telah
menyaksikan kekerasan dan ketidakadilan. Haruskah Afriani menyerah pada keadaan
dan hanya memotret lingkungannya?
Afriani dapat menjadikan kegelisahannya
menjadi hal yang positif. Dia tak perlu berkeluh kesah.Kemiskinan,
ketidakadilan yang disaksikannya sehari-hari dapat menjadi titik tolak untuk
mengadakan perubahan. Kita harus menjadi masyarakat yang lebih sejahtera,
berpendidikan dan memiliki taraf kesehatan yang lebih baik. Lukisan Afriani
banyak menggambarkan kehidupan ibu dan anak. Ternyata di tengah kesulitan yang
dihadapi kita dapat menyaksikan ibu yang penuh kasih sayang memandikan anaknya.
Anak-anak yang dengan gembira bermain bola dan tak kalah pentingnya anak-anak
yang tetap belajar meski di kamar sumpek. Di lukisan Afriani kita menyaksikan
mata-mata yang penuh harapan. Kita tak
menyaksikan kebencian dan dendam karena perubahan yang kita harapkan di
masyarakat hendaknya dilakukan dengan empati dan kasih sayang. Mudah-mudahan
lukisan Afriani yang dipamerkan ini, sempat disaksikan oleh mereka yang
memimpikan perubahan nyata pada masyarakat miskin. Para pejabat, aktivis LSM,
tokoh agama, akademisi serta anggota masyarakat lain hendaknya peduli pada
keadaan yang dilukiskan Afriani serta tergerak hati mereka untuk merubahnya”.
Prof.
Dr. Samsuridjal Djauzi
Pencinta Seni
Komentar
Posting Komentar